Setiap Investor memiliki kiat masing masing. Warren Buffet mempunyai dua dalil utama dalam berinvestasi (yang sangat simpel namun sangat sulit diterapkan) yaitu : Dalil 1 " Jangan Pernah Kehilangan Uang" dan Dalil 2 " Jangan Pernah Melupakan Dalil 1".
Sedangkan George Soros (yang lebih suka main valuta asing), memiliki prinsip "Stay aHead the Curve (berjalan mendahului kurva)". Pemain pemain dipasar saham memiliki prinsip dagang yang tak berbeda dengan Makelar Ayam di pasar pasar tradisional " Beli Dengan Harga Murah, Jual Dengan Harga Tinggi"
Kiat kiat diatas tampaknya sederhana, namun pelaksanaanya sangatlah sulit. Untuk berhasil meraup keuntungan besar dengan pelaksanaan prinsip prinsip investasi secara efektif, dibutuhkan dua hal ; Kepandaian dan Kekuatan. Jadi untuk menjadi Investor Jempolan, seseorang musti menjadi orang yang Smart and Powerfull.
Smart ; antara lain dibutuhkan untuk menyaring pelbagai informasi yang simpang-siur, khususnya pada saat penuh gejolak. Rumor (Gosip) dan Inside Stories sangat berpengaruh terhadap gerak naik-turunnya indeks harga saham, nilai tukar, maupun suku bunga. Bagi Investor yang jempolan, setiap gerak kurva naik atau turun adalah rejeki
Untuk mengetahui kapan kurva akan naik, atau kapan akan turun, memang dibutuhkan kombinasi dari faktor-faktor kebiasaan (pengalaman), kepandaian menganalisis berdasarkan urut-urutan logika yang akurat, kreatif, serta kemampuan menyeleksi informasiyang bermanfaat dan yang tidak. kepintaran juga perlu untuk mencermati data dan angka seperti laporan keuangan perusahaan atau laporan aktiva luar negeri yang dikeluarkan Bank Indonesia. Ada pepatah " Karena wajah dapat menipu ma percayailah angka-angka", kita perlu merenungkan kembali makna pepatah ini.
Kapan investor harus powerfull? tidak lain adalah pada saat harus menghadapi "musuh". Bagi kebanyakan investor, musuh pertama dan terbesar adalah dirinya sendiri.
Banyak orang membayangkan akan segera mendapatkan keuntungan berlipat begitu membeli saham X yang harganya sedang membubung tinggi. Tidak lama kemudian, mereka begitu shock ketika harga saham X merosot, harga yang semula tinggi, ternyata merupakan "Harga abnormal" yang menyerupai gelembung yang mudah pecah. Kita perlu membandingkan nilai saham secara riil (yang terkait dengan kinerja dan fundamental perusahaan) dan harga saham di bursa yang bergerak fluktuatif. Gerak naik yang tidak sesuai dengan aspek riil, akan segera turun dengan sendirinya. Demikian pula sebaliknya.
Pada saat saat yang sangat krusial, ketika harus memutuskan suatu transaksi yang penting, seorang investor biasanya akan mendengarkan suara hatinya. Ia sudah selesai mencermati angka-angka. Ia sudah cukup mendengar berbagai Financial Advice dari konsultan konsultannya. Sekaranglah saatnya mendengar suara batin sendiri yang paling dalam
Tetapi seringkali, kita lebih percaya pada otak ketimbang hati. Otak mengajak kita selalu rasional, sedangkan hati memiliki sambungan khusus ke indra ke-enam. Biasanya, investor canggih yang memiliki intuisi, lebih mendengarkan hati ketimbang otaknya.
Musuh kedua yang harus diwaspadai adalah iming-iming keuntungan abnormal melalui transaksi-transaksi yang spekulatif.Misalnya iming-iming keuntungan besar " Rejeki durian runtuh" melalui transaksi short-sale (penjualan saham yang belum dimiliki, untuk dibeli dalam jumlah yang sama, pada hari transaksi yang sama). Short-sale hanya menguntungkan kalau harga saham cenderung menurun. Ketika investor bermodal tipis mencoba main short-sale, terbuka peluang lebar bagi investor bermodal besar untuk "memakan"sikecil
Dalam kasus seperti ini, si investor kecil bukannya dikalahkan oleh sang investor besar (karena investor besar itu belum tentu memetik untung), melainkan dimakan kerakusannya sendiri. Barangkali ada baiknya kalau kita metrenungkan kata kata dan Harrington sebagaimana dikutip oleh World Executive digest. Menurut juara porker sejagat itu " Menang bukanlah persoalan brillian atau tidak brillian melainkan persoalan watak". Anda harus memiliki disiplin untuk mundur bila anda melihat bahwa strategi anda tidak benar.
Musuh ketiga, yang kini sangat penting, kondisi pasar yang buruk. Misalnya ketergantungan pasar terhadap pelaku asing (seperti di BEJ) ; terlalu retannya pasar terhadap rumor, wibawa otoritas moneter yang rendah, kebijakan pemerintah yang tidak kredibel dan masih banyak lagi. Pasar terlalu banyak distorsi dan hanya sedikit kepastian (certainty). Sebagai akibatnya, investor semakin sulit menebak perkembangan situasi pasar hanya dengan menggunakan perangkat dan metode yang ada
Dalam kondisi pasar yang buruk, sifat ekstra hati-hati sangatlah dibutuhkan. Mungkin kemungkinan mengecap keuntungan "dunia runtuh (windfall profit)" akan berkurang, akan tetapi resiko sudden-death (mati mendadak) juga bisa tereliminasi. Kehati-hatian dalam berinvestasi bukanlah semata-mata sifat yang zakelizk pasif, akan tetapi merupakan cermin sikap rasional yang didasrkan perhitungan.
Demikian artikel ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca ... SALAM SUKSES...
No comments:
Post a Comment